30 Mei 2016

Pentingnya Edukasi Tata Kelola Keuangan

Illustrasi- Mobil mewah berada di vallet parking (dokumentasi pribadi)
-TING-
"Pagi mas, Apa Kabar?" Sebuah pesan singkat tampil di layar smartphone.
Kebetulan saya menyimpan nomor pengirim pesan, jadi langsung terdeteksi nama empunya. Kebetulan si pengirim teman lama pernah satu kantor, masih sering ketemu urusan pekerjaan (sebut saja Anton).
"Pagi Anton, Alhamdulillah kabar baik" Balas saya
"Maaf mau ganggu sedikit nih" pesan baru tampil lagi
"Ada apa Anton?" tanya saya sedikit penasaran
"Begini mas, saya lagi perlu uang untuk bayar pendaftaran sekolah anak. Soalnya uang kepakai untuk bayar DP mobil........dst-dst" chatting Anton beruntun, wall smartphone  berisi kalimat penjelasan berusaha meyakinkan.

Membaca penjelasan di awal Mood mendadak turun, saya enggan menanggapi chatting Anton.  Heran dan tak habis pikir, kenapa lebih penting uang muka  roda empat daripada sekolah anak.
Terlebih saya pernah dengar cerita teman, Anton cukup bermasalah kalau berurusan hutang. Beberapa kenalan yang berpiutang kena "semprot", ketika mencoba menagih uangnya.
"Maaf saya tidak bisa membantu" kalimat saya to the point
(Beberapa bulan sebelumnya)
Suatu siang saya bertemu Anton, membicarakan project yang akan dikerjakan bersama. Kami mencari tempat nyaman di daerah Jakarta Selatan, memilih tempat kongkow yang santai bisa ngobrol banyak.
Kami duduk berhadapan, menikmati makan siang sembari ngobrol macam-macam. Dari sisi penampilan, Anton terlihat jelas mengikuti trend dan mode berbusana. Bau parfum semerbak dari jarak dekat, jam tangan bermerk nempel di pergelangan dan gadget keluaran terbaru di hadapan. Penampilan saya memang bukan representasi trendy, namun menurut cukup pantas tak ketinggalan jaman. Istri biasanya paling cerewet, kalau saya memakai baju tak enak dilihat.
"Tengah bulan begini, gaji sudah habis " gerutu Anton setelah meneguk minuman
"Lha,  belum genap dua minggu gajian" sanggah saya dengan raut sedikit heran
"Gaji cuma numpang lewat doang mas, sudah buat bayar cicilan ini dan itu, bayar kartu kredit" jelasnya
"Ooooh" jawab saya mengambang bingung kalimat lanjutannya.
Saya hanya diam membatin, sembari menyimpulkan sendiri yang terjadi. Tak sedikitpun berniat menasehati, pun tak punya hak menyalahkan. Keputusan membeli apa saja adalah keputusannya, toh yang menanggung resiko dia sendiri.
Namun yang membuat sempat heran saat itu, menu yang dipilih Anton harganya separuh lebih mahal dari pesanan saya. Belum lagi gadget yang dipegang, konon rela antre demi mendapat limited edition.
Ketika waktu berikutnya Anton chatiing pinjam uang, saya sedikit menyayangkan gaya hidupnya. Menurut saya Anton lebih mementingkan, bagaimana agar dilihat orang lain "wah". Meski konsekwensinya ditanggung sendiri, tanggungan hutang atau kewajiban cicilan bulanan.
Hidup di kota besar seperti Jakarta banyak godaan, kalau tak pandai memilih pergaulan bisa-bisa menjerumuskan diri sendiri. Gaya hidup konsumtif dan hedonisme sejatinya tak lebih hanya sebuah pilihan, sebaiknya punya prinsip musti kuat dipegang untuk kebaikan diri.
Eits, tunggu dulu !!
Jangan salah lho kawan, tentang gaya hidup tak hanya terjadi pada kelas menengah atas. Bahkan dari kelas menengah ke bawah tak mau ketinggalan, ingin menonjolkan kepemilikan pada orang lain di kelompoknya. Berlomba terlihat punya harta benda, meski harus berhutang sana-sini. Kalau tak kuat pertahanan, pihak lain yang "panas" memaksakan diri menyamai tetangga/ kenalan.
Pernah seorang ibu (teman istri) berkesah tak punya uang, sebulan kemudian cari hutang untuk merayakan khitanan anaknya. Padahal anak yang akan dikhitan (kebetulan teman sekelas anak saya), seminggu sebelum acara tersebut harus membayar uang daftar ulang kenaikan kelas.
Sang ibu terlihat kurang bisa membuat skala prioritas, mana yang sebaiknya lebih diutamakan. Padahal kalau berpikir jernih, esensi khitan bukan pada perayaannya.
Saya yakin kejadian seperti ini, sering dijumpai di tengah masyarakat tanpa memandang kelas sosial.
--0o0--
Illustrasi- Mesin gesek kartu kredit (dokumentasi pribadi)
Sebagian besar gaya hidup manusia masa kini, seolah tak lepas dan bisa diongkosi dengan kartu kredit. Apa saja memang bisa dibeli saat yang diingini, cukup dengan menggesek kartu. 
Saat berada di toko buku, saya menemukan buku berjudul "Credit Management Handbook - Management Perkreditan Cara Mudah Menganalisis Kredit". Karya  kolaborasi tiga penulis,yaitu Prof. DR. H. Veithzal Rival, SE, MM, MBA , kemudian Andria Permata Veithzal, B.Acct, MBA, CMA , dan Arifiandy Permata Veithzal, SH, LLM.
Kredit berasal dari bahasa latin Credo, dalam bahasa english berarti "I Believe I Trust" atau "Saya Percaya/ Saya Menaruh Kepercayaan". Kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak (kreditur/ pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (debitur). Dengan janji membayar dari debitur ke kreditur, pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak.
Sejarah kredit berasal dari kegiatan perekonomian barter, semakin lama menimbulkan kesulitan. Manusia kala itu mencari cara mudah, melaksakan tukar menukar dengan barang berharga yang banyak disukai orang. Namun semakin lama  dirasa semakin berbahaya, membawa barang berharga resikonya tinggi dalam perjalanan.
Semakin ramainya hubungan dagang, lahirlah berbagai macam bentuk pembiayaan. Misalnya seorang kapitalis membiayai seorang pedagang, sekaligus bersedia ikut menghadapi resiko. Apabila perdagangan sukses, kreditur mendapat kembali uangnya ditambah bonus dengan besaran tertentu. Kemudian kini pembiayaan semakin berkembang, seiring berkembangnya jaman dan ilmu pengetahuan. (mengutip sebagian dari buku Credit Management Handbook- halaman ; 1 - 3)
Saya pribadi sungguh tidak anti kredit, tapi menurut saya sebelum memutuskan mengambil kredit ada baiknya melihat sisi manfaat dan mudharat (sia-sia). Kredit yang didorong oleh sikap dan rasa hedon, lazimnya cenderung membebani diri sendiri di masa depan. Seperti kasus Anton di awal tulisan, dia "tersandera" kewajiban membayar kredit untuk mengongkosi gaya hidup.
Lembar ke lembar buku saya baca, sampai akhirnya menemukan bab tentang kredit produktif. Pada buku yang  yang sama, tepatnya halaman 10 dan coba saya kutip sebagian kembali. 
Kredit produktif bertujuan, memperlancar jalannya proses produksi. Mulai dari  pengumpulan bahan mentah, pengolahan sampai proses penjualan barang yang sudah jadi.
Pada kredit produktif inilah, seorang debitur bisa memutar pinjaman sehingga lebih berdaya guna. Pada proses pemutaran kredit inilah, biasanya melibatkan pihak lain untuk turut produktif. Mungkin sudah banyak contoh kita lihat, seorang pengusaha berhasil karena kredit produktif. Dari usaha yang dijalankan, membawa manfaat bagi orang sekitarnya. Misalnya membuka lapangan pekerjaan, juga memberi dampak sosial lainnya.
Selain itu ada juga kredit konsumtif, jenis kredit ini bukannya tidak boleh sama sekali tapi harus bijak memanfaatkan.
--0o0--
Saat ini konsumen semakin dimudahkan, dengan banyaknya layanan perusahaan jasa pembiayaan. Tentu hal ini musti disikapi dengan bijak, dimanfaatkan untuk mendapatkan barang produktif.
Home Credit sebagai layanan finansial kelas dunia, memiliki pasar kuat di belahan Eropa dan Asia. Dalam waktu kurang 19 tahun, sudah melayani lebih dari 55 juta konsumen di 11 negara. Melakukan ekspansi ke Jakarta Indonesia pada 2012, kini sudah ada di lima kota besar lain dan mengembangkan layanan ke seluruh kota di Indonesia pada 2018.
Perusahaan yang berada dalam naungan PPF Group N.V, memberi solusi pembiayaan yang terjangkau, sistem yang mudah dan cepat, fleksibel demi kenyamanan konsumen.
Sebagai konsumen yang giat mengedukasi diri, saatnya memanfaatkan penawaran untuk menguntungkan diri sendiri. Membeli barang yang mendukung pekerjaan, misalnya alat electronik seperti komputer/ laptop, smartphone, atau kulkas untuk memperlancar pekerjaan. Pembiayaan multiguna juga bisa dimanfaatkan konsumen, bahkan untuk renovasi rumah, biaya pendidikan atau kebutuhan rekreasi untuk menyegarkan pikiran.
Mendapatkan pencerahan tentang Home Credit dari sales (dokumentasi pribadi)
Konsumen bisa memanfaatkan layanan Home Credit, di tempat terkemuka seperti Hypermarket, Electronic City, Eletronic Solution, Lotte Mart, Erafone, Wellcom dan masih banyak lainnya.
Untuk mengetahui lebih detil, silakan bisa klik di  SINI
Tak jauh dari kediaman saya, ada toko handphone yang melayani penjualan menggunakan Home Credit. Demi menuntaskan rasa penasaran, saya sengaja menggali informasi dari petugasnya. Trisna nama yang saya temui siang itu, dengan ramah memberi penjelasan mekanisme pengajuan di Home Credit.
Hanya dengan KTP plus satu dokumen pendukung ( SIM /NPWP/KK/ BPJS), akan diproses pengajuan ke Home Credit. Kemudian konsumen menunggu, hanya dengan 30 menit diproses. Berita tentang disetujui atau tidak pengajuan, akan dikabarkan pihak Home Credit melalui pesan singkat/ SMS. Kalau sudah disetujui, proses pembayaran cicilan via Indomart atau ATM.
Saya juga menanyakan perihal pembiayaan pendidikan, hal ini cukup menerbitkan penasaran. Trisna menjelaskan sangat gamblang, pembiayaan tersebut sangat mungkin didapat apabila performa konsumen bagus.
"kalau pembayaran tepat waktu/ tidak menunggak, kemungkinan besar akan ditawarkan pembiayaan multiguna (misal biaya pendidikan)" jelas Trisna 
Sementara Susilo seorang konsumen, menyatakan sangat terbantu dengan layanan pembiayaan Home Credit. Sembari mengamini, proses pengajuan terbilang cepat hanya setengah jam.
"Ketika kehilangan Handphone dan belum sedia uang cukup, dengan Home Credit membantu mengatasi masalah saya. Apalagi handphone seperti nyawa kedua, untuk memperlancar pekerjaan sebagai karyawan di bagian pembelian" ujar Susilo 
Belajar Kisah Masa Lalu Untuk Masa Kini
Saya teringat kisah Nabi Yusuf AS, selain berparas rupawan beliau dianugerahi keistimewaan bisa menfasirkan mimpi.
Pada masa itu Qifter seorang pembesar bermimpi, melihat tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus dan tujuh tangkai gandum hijau bersanding dengan tujuh tangkai gandum kering. Setelah seluruh penafsir mimpi dari seluruh penjuru negeri tak mampu memecahkan masalah, barulah Yusuf  yang dipenjara oleh Qifter diminta menafsirkan mimpi tersebut.
"Akan datang tujuh tahun masa panen, disusul tujuh tahun berikutnya masa paceklik. Maka saat panen tiba, sebaiknya penduduk makan seperlunya (tidak boros). Hal ini dilakukan sebagai strategi, untuk persediaan pada tujuh tahun berikutnya." Begitu tafsir Nabi Yusuf AS kala itu
Buku dongeng kisah Nabi Yusuf AS (dokumentasi pribadi)
Atas ijin Allah SWT masa panen benar tiba selama tujuh tahun berturut, strategi berhemat diterapkan oleh kerajaan. Menyusul tujuh tahun berikutnya masa paceklik tiba, makanan simpanan di gudang akhirnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat.
Nabi Yusuf dibebaskan dari balik jeruji besi, diangkat sebagai pejabat untuk bagian Bendahara.
"HEMAT", adalah kata kunci yang saya garis bawahi dalam kisah istimewa dari manusia istimewa ini. kita semua pasti mempercayai, bahwa roda kehidupan ini terus berputar. Saat kita memiliki rejeki berlebih, sebaiknya tak dihamburkan untuk kesenangan sesaat. Sebaiknya digunakan untuk hal produktif, bisa mengembangkan potensi diri sekaligus menghasilkan benefit. Sejatinya semua manusia sebatas menjalani hari ke hari dengan berusaha sebaiknya, tidak akan pernah tahu apa yang terjadi esok hari.
Membaca kisah-kisah 25 Nabi bersama sahabatnya, belum pernah saya menemui mereka berfoya-foya. Sikap sederhana dan rendah hati selalu mengemuka, mewarnai perilaku manusia pilihan ini.
Makanya Tuhan memilih sebagai Nabi Ya (wallahu a'lam)
Melek Pengelolaan Keuangan
Sebagai manusia jauh dari kesempurnaan, saya berusaha banyak belajar pada siapa saja. Termasuk ilmu tentang pengelolaan keuangan, saya berusaha membuka mata dan telinga untuk pencerahan dan proses edukasi diri. Hingga pernah menyimak materi di televisi tentang kategori masa kebutuhan, dari seorang narasumber pengelola keuangan Ligwina Hananto.
"Agar kita tak kelimpungan mengatur dana, sebaiknya membagi dan mempersiapkan kebutuhan untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Kategori jangka pendek di bawah lima tahun, jangka menengah lima sampai sepuluh tahun. Sementara untuk kebutuhan jangka panjang, pada rentang waktu di atas sepuluh tahun".
Saat itu saya coba menerapkan, ketika punya target menikah dua/tiga tahun kedepan. Maka mulai menabung, saya masukkan dalam kebutuhan jangka pendek . Prosentase atau jumlah menabung bisa dikira-kira sendiri, sebaiknya tidak memaksakan di luar kemampuan sendiri. Setelah bersua calon istri, berunding dengan keluarga rencana menikah sesuai budget yang tersedia.
Saya juga pernah mempraktekkan, kebutuhan membeli rumah dimasukkan dalam kebutuhan jangka menengah. Sebelum menikah sudah rutin menyisihkan tabungan, diamankan dalam bentuk deposito.  Karena profesi kala itu sebagai marketing, maka besaran deposito saya sesuaikan dengan jumlah komisi yang saya terima.
Masih terekam di benak, saya  menyimpan beberapa lembar deposito dengan jumlah berbeda. Ketika hendak membeli rumah, sepakat dengan memilik membayar sesuai tanggal jatuh tempo setiap deposito. Alhamdulillah tahun keempat usia pernikahan, bisa menempati kediaman sendiri. Kami terbebas dari kredit bank, tak pusing memikirkan uang untuk membayar cicilan setiap bulan.
Sementara untuk pendidikan anak, sejak istri hamil  mulai menganggarkan dana untuk sekolah. Ketika masuk TK/ SD sudah tersedia post untuk membayar, tak bingung mencari pinjaman.
00-00
Beruntung saya memiliki banyak teman, sering berbagi informasi kegiatan apapun. Termasuk  di sebuah Cafe kawasan Tulodong Jakarta Selatan pada akhir april 2016,  saya bergabung  di satu acara bertema "Merencanakan Keuangan yang Baik Untuk Masa Depan".
Narasumber acara tentang keuangan (dok. Rahab G)
Menghadirkan dua pembicara kredibel, satu diantaranya Satrio Wicaksono selaku Asistant Financial Planer sebuah Perusahaan jasa pengelola keuangan. Pada sesi presentasi Satrio Wicaksono, saya  mendapat banyak pencerahan tentang pengelolaan keuangan.
Pengaturan keuangan  seseorang sebaiknya dibuat post, untuk tabungan 10%, kebutuhan pribadi 20%, keluarga 40% dan 30% utang. Besaran prosentase untuk tabungan bisa lebih besar, tergantung kondisi keuangan setiap pribadi.
Rasio hutang disarankan 30% - 35% atau 1/3 pendapatan, itupun sebaiknya hutang produktif. Seperti penjelasan diawal tulisan tentang kredit produktif, modal kerja bisa termasuk dalam kategori kredit produktif. Kredit rumah bisa dimasukkan dalam kategori produktif, karena harga property cenderung naik setiap tahun.  
Hutang konsumtif boleh, tapi harus diperhitungkan keperluannya. Seperti gadget atau kendaraan pasti akan ada penyusutan harga, kalau tidak terlalu urgent sebaiknya ditahan dulu. Misalnya membeli kendaraan/ gadget  merk dan jenis tertentu, memang dibutuhkan untuk memperlancar usaha/ pekerjaan.
Selain memperhitungan cashflow secara umum, sangat disarankan memiliki 3 hal yaitu ; dana darurat, investasi dan asuransi.
Dana darurat bisa diwujudkan berupa, tabungan, deposito simpanan emas dan semacamnya. Inti  dari dana darurat adalah mudah diakses sewaktu-waktu, saat kita membutuhkan dana tersebut.
Besaran dana darurat berbeda-beda, untuk bujangan (single) 3*x biaya hidup bulanan. Kalau saja single  (misal) di PHK, masih ada dana menopang hidup sampai 3 bulan sambil mencari pekerjaan lain.
Sementara untuk rumah tangga tanpa anak / suami Istri, dua kali lipatnya single atau 6*x biaya hidup bulanan. Sedangkan rumah tangga sudah memiliki anak (standartnya 2), dilipatkan lagi 12*x biaya hidup bulanan. (* = angka minimal lebih besar lebih baik)
Investasi sebagai simpanan masa depan, bisa dilakukan dengan banyak cara.  Kegiatan Investasi ini lazimnya  menyesuaikan type orang,  ada tiga type yaitu Konsevatif, Moderat serta Agresif. Tiga type erat kaitannya dengan sikap atau cara padang seseorang, utamanya dalam menyikapi sebuah resiko.
Type Konservatif, biasanya akan mencari investasi minim resiko. Seperti menyimpan dana dalam bentuk logam mulia, membuat deposito yang dilindungi LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Type  Moderat, level resikonya naik tingkat dari konservatif.
Type Agresif, adalah golongan orang yang berani mengambil resiko tinggi/ high risk namun juga high return. Type Agresif biasanya membekali dengan pengetahuan mumpuni, tentang trading saham atau bisa investasi dengan jumlah besar.
Asuransi sudah tak asing lagi dalam keseharian, namun kesadaran masyarakat indonesia relatif masih rendah. Asuransi berfungsi sebagai proteksi, utamanya terhadap kejadian yang tidak diprediksi. Memiliki Asuransi sebenarnya tidak jelek, namun alangkah baiknya disesuaikan kebutuhan.
Illustrasi- Suasana Pusat Perbelanjaan kelas Premium (dokpri)
00-00
Sebagai umat beragama saya yakin dan percaya, Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan rejeki yang mencukupi. Mustahil Tuhan menyia-nyiakan mahluk ciptaan-NYA, tanpa menanggung  hidup manusia di dunia fana ini.
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rejeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya" (QS. At-Talaq ; 2-3)
Satu hadist saya sertakan, semoga semakin mengokohkan keyakinan
"Wahai manusia bertakwalah kepada Allah, pilihlah cara yang baik dalam mencari rejeki. Karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rejekinya, walau lambat rezeki tersebut akan sampai kepadanya. Pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah yang halal tinggalkan yang haram" (HR. Ibnu Majah dan Syaikh Al- Albani menshahihkannya)
Tentang keadaan seseorang terjerat hutang, atau perasaan kurang dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Menurut hemat saya sebagai tanda, harus belajar lebih giat utamanya dalam hal mengelola keuangan.
Kita harus bisa memilih dan memilah yang terbaik untuk diri sendiri, membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Melek tentang ilmu pengelolaan keuangan, sangat penting bagi setiap pribadi. Karena apa yang akan terjadi esok hari memang diluar pengetahuan, namun sebenarnya bisa disiapkan mulai hari ini. hukum alam berlaku adil, apa yang kita perbuat (boros/hemat, mewah/ sederhana) hasilnya akan pulang pada diri sendiri.
Yuk kawan's, Kelola keuangan mulai hari ini untuk kebaikan esok hari. (salam) 

14 komentar:

  1. Sekarang saya menghindari kredit, beberapa kali kredit barang dah g di tangan, kredit blm lunas

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih sudah berkunjung Mbak
      salam sehat dan semangat amin

      Hapus
  2. Enaknya kredit, senang di awal, susah di akhir :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. makanya perlu dipilih kredit produktif bang
      seperti rumah, atau untuk usaha :)
      salam sehat dan semangat Bang Horas

      Hapus
  3. makasih sharing nya mas agung, aku mesti pintar kelola keuangan nih, sebelum nikah keuangan ngalir aja sekarang udah nikah mesti dipikirin investasi dan menabungnya.. hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam sehat dan semangat Jeng Mariana :)

      Hapus
  4. Wah ini ni cewek juga hrs pinter kelola uang huhuhu apalagi kalau banyak godaan sale lebaran heheheh harus pikir panjaaaang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Jeng Icha
      Salam sehat dan semangat

      Hapus
  5. komplit banget informasinya mas. Memang karakter juga sih ya org yg seneng keliatan mewah, susah kalo gak dilatih hidup sederhana.. aku juga setuju dlm kisah nabi Yusuf tersirat contih hidup hemat itu lbh baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih mbak Lia Laftifah
      Salam sehat dan semangat amin

      Hapus
  6. Sharing yang informatif mas Agung. Keren.

    BalasHapus
  7. "Sebagian besar gaya hidup manusia masa kini, seolah tak lepas dan bisa diongkosi dengan kartu kredit. Apa saja memang bisa dibeli saat yang diingini, cukup dengan menggesek kartu. "

    dan saya masih bertahan dengan metode konvensional mas agung,... Belum menggunakan Credit Card.. beberapa waktu lalu ada sales yang nawarin CC.. tapi aktivasi yang sulit dan berbelit-belit .. saya tinggalin.. dan alhasil masih nyaman dengan metide uang tunai.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah keren Bang Lius, :)
      Trimakasih sdh berkunjung.
      Salam sehat dan semangat amin

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA